Co-living, Konsep Berbagi Hunian yang Kembali Menjadi Tren

Konsep co-living atau hunian bersama menjadi salah satu tren hunian di tahun 2018. Kehadiran konsep ini didorong oleh tingginya biaya untuk memiliki tempat tinggal di kota-kota besar. Sebenarnya co-living sudah lama hadir di Indonesia, baik berupa asrama maupun kos-kosan. Konsep co-living menawarkan perpaduan antara kehidupan sosial dan kehidupan pribadi, sehingga sangat digemari oleh generasi milenial.

Berikut uraian lengkap mengenai konsep co-living yang Bisnis Kost kutip dari Kompas.com

Fenomena berbagi telah menjadi salah satu gaya hidup saat ini. Sebut saja layanan berbagi kendaraan, pakaian, bahkan rumah.

Co-living atau communal living sering diartikan sebagai hunian bersama. Tren ini terinspirasi dari model hunian asrama siswa yang didorong tingginya biaya untuk memiliki tempat tinggal.

Menurut Euromonitor, hunian bersama biasanya menyediakan akomodasi jangka pendek. Konsep ini bukanlah hal baru.

Bahkan, laporan yang dirilis Knight Frank pada 2018, konsep dasar model hunian ini sudah ada di beberapa negara.

Beberapa di antaranya adalah desa-desa pada abad pertengahan, biarawan yang hidup di biara, asrama siswa, perumahan pasca Perang Dunia II, dan masih banyak lagi.

Sementara menurut Business Times, konsep co-living pertama kali muncul di negara-negara barat pada abad ke-19, yang berawal dari konsep asrama bagi siswa.

Kini, konsep co-living atau hunian bersama berkembang menjadi menjadi ruang berbagi bagi orang dewasa. Tren ini kembali berkembang sejak 2010.

Digemari milenial

Di beberapa negara tren co-living menjadi favorit. Menurut Enterpreneur, ada beberapa alasan mengapa hunian bersama ini digemari, khususnya oleh milenial:

1. Hunian bersama telah berevolusi dari rumah-rumah yang belum selesai hingga ke apartemen yang megah. Mayoritas ruang-ruang di hunian bersama ini dirancang sesuai selera milenial.

2. Ruang pada hunian bersama dirancang untuk mengurangi pekerjaan rumah yang tidak perlu. Hal ini membuat penghuni tidak harus melakukan pekerjaan rumah harian.

3. Hunian bersama memudahkan penghuni untuk “memiliki” semua aspek yang ada di dalam rumah, seperti ruang, perabot, dan perlengkapan lain. Bukan hanya itu, penghuni khususnya milenial juga mendapatkan koneksi dan akses ke komunitas yang juga menempati properti tersebut.

4. Hunian bersama atau co-living merupakan perpaduan sempurna untuk bersosialisasi sekaligus menjaga privasi. Penghuni masih bisa merasakan kenyamanan bersosialisasi dengan penghuni lain tanpa harus mengurangi privasi.

5. Model hunian ini juga digemari karena lebih fleksibel. Selain itu, model hunian bersama biasanya menawarkan jangka sewa yang lebih pendek.

Tren co-living di berbagai negara

Co-living kini kembali menjadi tren di beberapa negara seperti Inggris. Banyak pengembang yang mulai membangun properti dengan konsep hunian bersama.

Melansir The Guardian, hunian bersama di negara tersebut menjanjikan “rumah” yang sudah dilengkapi dengan perabotan dan menajemen profesional.

Sebagian besar hunian tersebut ditambahi fasilitas ruang bersantai yang dapat digunakan bersama, fasilitas gym, hingga rooftop garden. Biasanya, biaya sewa yang dibebankan mencakup perawatan serta akses internet nirkabel.

Sementara menurut Forbes, di Amerika Serikat, hunian bersama biasanya dibangun di perkotaan, seperti New York, Chicago, dan San Francisco. Harga sewa hunian bersama juga lebih murah dibanding dengan apartemen.

Di India, konsep rumah bersama mendapatkan penerimaan di masyarakat, terutama di kota-kota sibuk seperti Bengaluru.

Di negara ini, model bisnis co-living yang paling populer adalah menggunakan properti milik pihak ketiga, sedangkan untuk manajemen dikelola oleh operator.

Dalam hal ini, ada pembagian pendapatan antara pemilik properti dengan operator.

Selain itu, ada pula konsep bisnis di mana operator memanfaatkan properti eksisting yang dimiliki.

Tren desain

Biasanya hunian bersama dirancang dengan interior semenarik mungkin. Di kota-kota di Eropa seperti Berlin, hunian menjadi favorit karena menawarkan desain yang cukup unik dan relatif mewah.

Setiap ruangan dilengkapi dengan lantai kayu dan warna-warna pastel. Bahkan beberapa operator menyediakan ruang dengan desain ala rumah-rumah Skandinavian. Desain ini memang ditujukan bagi para profesional usia 20 tahun hingga 30-an.

Sementara di Inggris, co-living didesain dengan gaya yang lekat dengan anak kuliah. Beberapa operator menyediakan ruang yang relatif luas dibanding dengan yang lainnya.

Sedangkan di AS, ruang-ruang terbuka merupakan salah satu kunci. Selain itu, desain hunian bersama juga biasanya lebih simpel dengan penggunaan warna-warna netral, elemen industrial, serta unsur kayu (sumber: Kompas.com)

Tinggalkan komentar