Usaha Kos-kosan Dekat Rumah Sakit di Semarang Makin Marak

Bisnis kos kosan selama ini identik dengan usaha rumah kost yang berada di dekat kampus, namun ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mendulang rupiah dari bisnis ini. Salah satunya adalah dengan membangun rumah kost yang disewakan kepada pasien atau keluarga pasien yang dirawat di rumah sakit. Tutik adalah salah satu juragan kost yang menjalankan usaha kos kosan di dekat RS Kariadi Semarang. Berikut ini cerita Tutik mengenai usaha kos kosannya sebagaimana BisnisKost kutip dari Tribun Jateng:

Sudah hampir lima tahun ini, Tutik membuka bisnis rumah inap pasien di kediamannya Jalan Barusari Baru 38 RT05/RW03 Semarang.

Usaha tersebut memanfaatkan lokasi tempat tinggalnya yang dekat dengan RS Kariadi.

Tutik bercerita, awal mula ia membuka usaha ini karena melihat cukup banyak pasien rumah sakit yang mencari kamar sebagai tempat singgah seraya menunggu jadwal pengobatan.

Sejak pemberlakuan BPJS memang dirasakan adanya peningkatan orang berobat.

Peluang tersebut ditangkap olehnya dengan menyediakan rumah singgah untuk pasien.

Kini total sudah ada delapan kamar dan ada tiga kamar yang sedang tahap pembangunan.

Kamar singgah dibanderol mulai harga Rp 900 ribu hingga Rp 1,3 juta per bulan tergantung fasilitas yang tersedia.

Untuk kamar biasa dengan harga Rp 900 ribu disediakan kasur yang cukup untuk dua orang, lemari pakaian dan kipas angin.

Sedangkan yang Rp 1,3 juta ditambah fasilitas pendingin ruangan dan kamar mandi dalam kamar.

Tutik mengungkapkan, selain dirinya cukup banyak warga di sekitar rumah sakit Kariadi Semarang yang membuka usaha serupa.

Harganya pun relatif sama berkisar di atas Rp 500 ribu per bulan.

“Harian juga bisa, harganya Rp 90 ribu. Tapi kebanyakan sewa satu hingga dua bulanan,” kata Tutik.

Pasien berasal dari berbagai daerah di luar Semarang misalnya Tegal, Jepara, Kudus dan daerah lain.

Kebanyakan dari mereka adalah pasien rawat jalan yang menderita penyakit kanker.

Sayangnya ketika Tribun Jateng datang, kamar-kamar yang ada di kosnya semua sedang dalam kondisi kosong atau tidak berpenghuni.

“Baru minggu kemarin pada pulang.

Ini nanti minggu depan baru ada satu yang sudah pesan kamar, orang Tegal.

Nggak bisa diprediksi kapan bulan apa ramainya,” kata Tutik.

Berdasarkan cerita dari Tutik, para pasien rawat jalan ini sengaja mencari lokasi penginapan di sekitar RS Kariadi untuk memudahkan proses pengobatan.

Sehingga mereka tidak perlu bolak balik dari rumah ke RS yang justru akan membutuhkan waktu tempuh lama dan tambah biaya.

“Orang yang biasa menginap adalah pasien terapi kemo.

Karena ada yang jadwalnya sebulan 10 sampai 20 kali kemo terapi.

Jadi kalau harus kembali pulang memakan waktu.

Kasihan juga sedang sakit harus kecapekan bolak-balik,” kata Tutik yang kesehariannya merupakan ibu rumah tangga ini.

Ketika ditanya apakah ada tamu yang sengaja menginap untuk menunggu kepastian jadwal pengobatan atau menanti ketersediaan kamar di rumah sakit, Tutik berujar tidak ada.

Berdasarkan pengalamannya, sejauh ini tamu adalah mereka para pasien rawat jalan yang telah memiliki jadwal treatment.

Ia mengaku cukup selektif menerima tamu

Tidak semua bisa tinggal atau memesan kamar.

Jika pasien tersebut kondisi penyakitnya sudah parah, dia menyarankan untuk mencari lokasi penginapan lain.

Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan seperti meninggal dunia dan menjaga kebersihan kamar.

Sebab jika sudah stadium tinggi, dikhawatirkan lukanya bisa membuat kotor kasur dan kesterilan ruangan dari virus atau kuman.

“Alhamdulillah, sampai saat ini tidak ada tamu yang meninggal di rumah,” ujar dia.

Menurut Tutik, para pasien yang menginap di kosnya sengaja tidak menggunakan fasilitas rumah singgah yang disediakan rumah sakit.

Sebab, di sana suasananya tidak nyaman.

Satu ruangan diisi lebih dari satu orang layaknya barak.

Maka keluarga pasien atau pasien rela keluar tambahan dana asalkan bisa mendapatkan tempat istirahat yang benar-benar tenang.

Diketahui biaya menginap di rumah singgah RS Kariadi dibanderol Rp 10 ribu per hari.

Bahkan diberikan gratis jika kurang mampu atau memiliki kartu KIS.

Biaya tersebut tentu sangat jauh dibandingkan tempat penginapan/kos milik pribadi yang harganya di atas Rp 500 ribu per bulan.

Sejauh ini Tutik hanya melakukan promosi dari mulut ke mulut.

Bahkan di depan rumahnya tidak dipasang penanda apapun untuk mengetahui bahwa rumahnya menyediakan kos untuk pasien rumah sakit (sumber: Tribun Jateng).

Tinggalkan komentar